Jojo MoyesMe Before You
Gramedia Pustaka Utama
656 halaman
9.1 (Best Book)
Gramedia Pustaka Utama
656 halaman
9.1 (Best Book)
Blurb
Lou Clark tahu banyak hal. Dia tahu berapa langkah jarak antara halte bus dan rumahnya. Dia tahu dia suka sekali bekerja di kedai kopi The Buttered Bun, dan dia tahu mungkin dia tidak begitu mencintai pacarnya, Patrick.
Tetapi Lou tidak tahu bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya, dan peristiwa apa saja yang akan menyusul kemudian.
Setelah mengalami kecelakaan, Will Traynor tahu dia sudah tidak berminat lagi untuk melanjutkan hidupnya. Dunianya kini menyusut dan tak ada lagi suka cita. Dan dia tahu betul, bagaimana mesti menghentikannya.
Namun Will tidak tahu bahwa sebentar lagi Lou akan masuk ke dunianya dengan membawa warna-warni ceria. Mereka berdua sama-sama tidak menyadari, betapa mereka akan membawa perubahan besar ke dalam kehidupan satu sama lain.
Tetapi Lou tidak tahu bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya, dan peristiwa apa saja yang akan menyusul kemudian.
Setelah mengalami kecelakaan, Will Traynor tahu dia sudah tidak berminat lagi untuk melanjutkan hidupnya. Dunianya kini menyusut dan tak ada lagi suka cita. Dan dia tahu betul, bagaimana mesti menghentikannya.
Namun Will tidak tahu bahwa sebentar lagi Lou akan masuk ke dunianya dengan membawa warna-warni ceria. Mereka berdua sama-sama tidak menyadari, betapa mereka akan membawa perubahan besar ke dalam kehidupan satu sama lain.
Review
There's no other books that are able to make me laugh and sob and bawl in matter of hours. And yes, I'm a grown man, but I can proudly say that there's those damn invisible ninja cutting onions when I finally put down this book.
Susah sekali membuat cerita komedi romantis yang berkualitas dan tulus, tanpa terkesan menggurui, tanpa terasa kacangan. Jojo Moyes berhasil mendobrak sejumlah batasan yang ada di pakem cerita romcom menjadi sesuatu yang terasa sangat berisi. Siapa bilang cerita romcom harus dipenuhi dengan komedi-komedi dangkal dan ucapan sarkastis? Siapa bilang cerita romcom harus dipenuhi dengan gaya hidup glamor yang penuh kemewahan? Siapa bilang cerita romcom harus dipenuhi dengan seks yang membara-bara? Siapa yang bilang kalau cerita romcom harus berakhir, yah, bahagia?
Me Before You menceritakan Lou Clark, seorang gadis sederhana yang tinggal di sebuah kota kecil yang tidak terlalu dekat dengan London, kota kecil yang hanya ramai ketika turis-turis berdatangan saat musim panas. Seumur hidupnya, Lou Clark tidak pernah meninggalkan kotanya, hidupnya berputar di sekitar pekerjaannya sebagai seorang penjaga kafe, pacarnya Patrick si pelatih pribadi, dan keluarganya yang sama-sama sinting. Ketika kafe tempatnya bekerja dipaksa tutup, Lou merasa sebagian pegangan dan kehidupannya yang nyaman runtuh. Hingga akhirnya ia mendaftar menjadi seorang asisten perawat, Lou Clark akan mengira kalau ia harus membersihkan bokong orang tua. Namun, saat ia bertemu dengan Will Traynor, Lou merasa membersihkan bokong orang tua akan terasa lebih menyenangkan. Will penderita quadriplegic yang tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya bagian bawah dan sebagian besar lengannya, seorang pria tampan 35 tahun yang tak lagi memiliki semangat hidup. Will awalnya sangat menyebalkan, tetapi karena Lou begitu gembira dan sehat, mau tak mau Will perlahan membuka dirinya. Perlahan-lahan, masing-masing mulai menyadari bahwa kehadiran satu sama lain mengubah hidup mereka.
Jojo Moyes menciptakan karakter yang begitu hidup, yang begitu mudah untuk dicintai, yang begitu realistis, membuat saya tidak bisa tidak jatuh cinta kepada karakter-karakternya. Interaksinya dengan keluarganya yang edan membuat saya tak bisa berhenti tertawa, interaksinya dengan Will tak hentinya membuat saya meringis. Ketika Will akhirnya meninggal--karena semua orang pasti sudah tahu akhir dari buku ini--saya tidak bisa berhenti membayangkan bagaimana kehidupan Lou nantinya. Hubungan antara Lou dan Will dibangun satu bata demi satu bata dan itu yang membuat hubungan mereka terasa spesial dan kuat. Dan ketika melihat hubungan itu hancur, dampaknya luar biasa. Seperti itu Moyes menggambarkan hubungan antara Lou dan Will.
Tapi tak hanya itu. Moyes mengangkat isu soal euthanasia, isu favorit di debat bahasa Inggris (Sayup-sayup saya bisa mendengar orang berkata, "THB that euthanasia is a right for quadriplegic people"). Topik yang masih pro kontra ini dimasukkan ke dalam sebuah cerita chicklit dan Moyes mengulasnya dengan cukup baik. Maksud saya, euthanasia ini bukan hanya masalah hitam dan putih, salah dan benar, tak peduli agama apa pun. Di sini Moyes pun menjabarkan mengenai pro dan kontra dari euthanasia, tetapi pada akhirnyalah orang yang menjalani kehidupan itu sendiri yang memiliki hak penuh. Saya sendiri cenderung ke arah pro, tetapi percayalah bahwa urus-mengurus masalah hak hidup ini jauh lebih rumit daripada kelihatannya.
Moyes juga tidak mendiktekan kepada kita bahwa kita harus menerima kehidupan apa adanya. Melalui Will, ia mengatakan bahwa kita harus melakukan sesuatu yang bermakna dalam hidup ini, kita harus mengejar apa yang kita ingini, kita harus memiliki visi akan apa yang menjadi keinginan masa depan kita.
Kurang dari dua bulan sebelum filmnya akan tayang dan melihat artisnya yang dipenuhi dengan bintang-bintang Game of Thrones, saya berharap hanya cukup satu orang yang meninggal saja nanti di filmnya.
Saya jarang merekomendasikan buku romcom, tetapi, yeah, Me Before You adalah buku yang perlu dibaca sebelum umur tiga puluh tahun wkwk.
Susah sekali membuat cerita komedi romantis yang berkualitas dan tulus, tanpa terkesan menggurui, tanpa terasa kacangan. Jojo Moyes berhasil mendobrak sejumlah batasan yang ada di pakem cerita romcom menjadi sesuatu yang terasa sangat berisi. Siapa bilang cerita romcom harus dipenuhi dengan komedi-komedi dangkal dan ucapan sarkastis? Siapa bilang cerita romcom harus dipenuhi dengan gaya hidup glamor yang penuh kemewahan? Siapa bilang cerita romcom harus dipenuhi dengan seks yang membara-bara? Siapa yang bilang kalau cerita romcom harus berakhir, yah, bahagia?
Me Before You menceritakan Lou Clark, seorang gadis sederhana yang tinggal di sebuah kota kecil yang tidak terlalu dekat dengan London, kota kecil yang hanya ramai ketika turis-turis berdatangan saat musim panas. Seumur hidupnya, Lou Clark tidak pernah meninggalkan kotanya, hidupnya berputar di sekitar pekerjaannya sebagai seorang penjaga kafe, pacarnya Patrick si pelatih pribadi, dan keluarganya yang sama-sama sinting. Ketika kafe tempatnya bekerja dipaksa tutup, Lou merasa sebagian pegangan dan kehidupannya yang nyaman runtuh. Hingga akhirnya ia mendaftar menjadi seorang asisten perawat, Lou Clark akan mengira kalau ia harus membersihkan bokong orang tua. Namun, saat ia bertemu dengan Will Traynor, Lou merasa membersihkan bokong orang tua akan terasa lebih menyenangkan. Will penderita quadriplegic yang tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya bagian bawah dan sebagian besar lengannya, seorang pria tampan 35 tahun yang tak lagi memiliki semangat hidup. Will awalnya sangat menyebalkan, tetapi karena Lou begitu gembira dan sehat, mau tak mau Will perlahan membuka dirinya. Perlahan-lahan, masing-masing mulai menyadari bahwa kehadiran satu sama lain mengubah hidup mereka.
Jojo Moyes menciptakan karakter yang begitu hidup, yang begitu mudah untuk dicintai, yang begitu realistis, membuat saya tidak bisa tidak jatuh cinta kepada karakter-karakternya. Interaksinya dengan keluarganya yang edan membuat saya tak bisa berhenti tertawa, interaksinya dengan Will tak hentinya membuat saya meringis. Ketika Will akhirnya meninggal--karena semua orang pasti sudah tahu akhir dari buku ini--saya tidak bisa berhenti membayangkan bagaimana kehidupan Lou nantinya. Hubungan antara Lou dan Will dibangun satu bata demi satu bata dan itu yang membuat hubungan mereka terasa spesial dan kuat. Dan ketika melihat hubungan itu hancur, dampaknya luar biasa. Seperti itu Moyes menggambarkan hubungan antara Lou dan Will.
Tapi tak hanya itu. Moyes mengangkat isu soal euthanasia, isu favorit di debat bahasa Inggris (Sayup-sayup saya bisa mendengar orang berkata, "THB that euthanasia is a right for quadriplegic people"). Topik yang masih pro kontra ini dimasukkan ke dalam sebuah cerita chicklit dan Moyes mengulasnya dengan cukup baik. Maksud saya, euthanasia ini bukan hanya masalah hitam dan putih, salah dan benar, tak peduli agama apa pun. Di sini Moyes pun menjabarkan mengenai pro dan kontra dari euthanasia, tetapi pada akhirnyalah orang yang menjalani kehidupan itu sendiri yang memiliki hak penuh. Saya sendiri cenderung ke arah pro, tetapi percayalah bahwa urus-mengurus masalah hak hidup ini jauh lebih rumit daripada kelihatannya.
Moyes juga tidak mendiktekan kepada kita bahwa kita harus menerima kehidupan apa adanya. Melalui Will, ia mengatakan bahwa kita harus melakukan sesuatu yang bermakna dalam hidup ini, kita harus mengejar apa yang kita ingini, kita harus memiliki visi akan apa yang menjadi keinginan masa depan kita.
Kurang dari dua bulan sebelum filmnya akan tayang dan melihat artisnya yang dipenuhi dengan bintang-bintang Game of Thrones, saya berharap hanya cukup satu orang yang meninggal saja nanti di filmnya.
Saya jarang merekomendasikan buku romcom, tetapi, yeah, Me Before You adalah buku yang perlu dibaca sebelum umur tiga puluh tahun wkwk.
1 komentar:
Write komentarHahaha, untungnya GGRM bukan yang nulis screenplay di film Me Before You. Setuju dengan reviewnya. Me Before You salah satu buku yang bikin saya merenung.
ReplySudah baca sequelnya After You? Lumayan bagus juga, berhubung sebenarnya nggak direncanakan oleh Moyes. I strongly recommend it.
Interesting post!
EmoticonEmoticon