Michael Crichton
Kondisi Ketakutan - State of Fear
Gramedia Pustaka Utama
632 halaman
6.3
Kondisi Ketakutan - State of Fear
Gramedia Pustaka Utama
632 halaman
6.3
Blurb
Benarkah dunia mengalami pemanasan global? Benarkah bencana alam terjadi karena ketidakpedulian pada alam? Bagaimana jika semua itu hanya omong kosong dan cuma alat untuk menakut-nakuti publik dan dijadikan isu sebagai alat memperoleh uang dari kalangan industri?
Peter Evans, pengacara miliuner George Morton yang rajin memberikan sumbangan untuk LSM lingkungan bernama NERF. Tapi Morton belakangan membatalkan sumbangan $10 juta-nya karena menemukan beberapa fakta ganjil tentang lembaga tersebut. Salah satunya dugaan keterlibatan LSM itu dengan organisasi teroris yang berniat menimbulkan tiga bencana alam di seluruh dunia, termasuk gelombang tsunami yang akan melanda Florida. Dibantu agen pemerintah yang bekerja sebagai dosen MIT, asisten George Morton yang cantik, dan anggota NERF yang "tobat", Peter Evans bertualang dari Antartika sampai Kepulauan Solomon untuk menyingkap intrik dan konspirasi di balik bencana alam yang sengaja ditimbulkan untuk menciptakan kondisi ketakutan.
Peter Evans, pengacara miliuner George Morton yang rajin memberikan sumbangan untuk LSM lingkungan bernama NERF. Tapi Morton belakangan membatalkan sumbangan $10 juta-nya karena menemukan beberapa fakta ganjil tentang lembaga tersebut. Salah satunya dugaan keterlibatan LSM itu dengan organisasi teroris yang berniat menimbulkan tiga bencana alam di seluruh dunia, termasuk gelombang tsunami yang akan melanda Florida. Dibantu agen pemerintah yang bekerja sebagai dosen MIT, asisten George Morton yang cantik, dan anggota NERF yang "tobat", Peter Evans bertualang dari Antartika sampai Kepulauan Solomon untuk menyingkap intrik dan konspirasi di balik bencana alam yang sengaja ditimbulkan untuk menciptakan kondisi ketakutan.
Review
Tiga tahun setelah State of Fear terbit, Al Gore menerima Nobel Perdamaian akan kontribusinya bersama IPCC menyuarakan isu-isu pemanasan global dan kaitannya dengan kemiskinan dan kesejahteraan umat manusia. Untuk kedua kalinya secara berturut-turut, setelah Muhammad Yunus menerima penghargaan yang sama pada tahun sebelumnya, Komite Nobel menyadari bahwa perdamaian bukan hanya perkara mengenai menghentikan perang atau menengahi perseteruan antarbangsa, melainkan juga berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat. Kemenangan Al Gore ini seakan-akan menjadi acungan jari tengah akan Crichton dan opini terselubungnya dalam State of Fear. Dalam pidato penerimaan Nobel-nya, Al Gore mengajak semua bangsa di dunia untuk bersama-sama berjalan menuju satu tujuan: masa depan bumi yang bisa ditinggali dengan nyaman.
Keadaan di dunia nyata, tentu saja berbeda dengan dunia yang dibangun Crichton dalam State of Fear. Dalam State of Fear, organisasi prolingkungan radikal ternyata berkonspirasi akan kebenaran mengenai pemanasan global dan berencana menciptakan katastrofe global untuk membuktikan bahwa pemanasan global adalah hal yang nyata. Crichton, tentu saja bisa dengan sangat meyakinkan pembacanya bahwa pemanasan global adalah isapan jempol belaka, menggiring pembacanya untuk mempertanyakan apakah apa yang mereka percayai selama ini memang benar atau tidak. Didukung dengan data-data dan grafik yang luar biasa fantastis dan meyakinkan, Crichton menguraikan argumennya akan pemanasan global yang diselubungi oleh cerita fiksi thriller yang menyenangkan. Jika ada salah satu kualitas terbaik dari mendiang Crichton, itu adalah kemampuannya mengaburkan batas antara fiksi dan realitas, dan itu kualitas yang diperlukan oleh seorang penulis fiksi ilmiah yang baik yang mampu membuat pembacanya mempertanyakan status quo yang mereka yakini. DanState of Fear tidak berbeda dari buku-bukunya yang lain. Jika State of Fearadalah tesis mahasiswa S-2 meteorologi, buku ini mungkin bisa diluluskan. Namun, pada akhirnya State of Fear dikritik oleh para ilmuwan karena memeluntirkan sejumlah fakta dan data yang ada serta mengambil data tanpa konteks yang tepat. Fakta yang ironis, mengingat di dalam bukunya, tokoh antagonis dalam buku ini juga dituduh merekayasa data pemanasan global. State of Fear, menurut Crichton, menjadi alegori akan keadaan dunia nyata saat ini. Organisasi prolingkungan digambarkan sebagai orang jahat di buku ini, melebih-lebihkan isu pemanasan global. Salah satu karakter di buku ini, lawan dari organisasi prolingkungan, John Kenner, dinilai sebagai gambaran akan Crichton yang smartass dan memandang isu pemanasan global dengan lebih skeptis. Isu pemanasan global memang topik yang menarik, dan saya teringat akan artikel yang pernah saya baca beberapa tahun yang lalu, bahwa pemanasan global adalah siklus natural yang terjadi setiap beberapa ribu tahun sekali, dan kita tak perlu mencemaskannya. Tampaknya, Crichton juga pernah membaca artikel yang serupa dan mendukungnya mati-matian.
Namun, mengesampingkan opini Crichton yang kontra akan pemanasan global, State of Fear sebenarnya menjadi novel thriller sains fiksi yang sangat seru. Crichton mengajak pembacanya ke tempat-tempat eksotis: Antartika, Kepulauan Solomon, dan (mungkin tidak terlalu eksotis) Barat Daya Amerika Serikat. Karakter-karakter utama yang dibuat juga sangat menyenangkan untuk diikuti dan membuat pembaca mampu bersimpati dengan mereka, meskipun mereka merepresentasikan sekelompok entitas yang berlawanan opini dengan kita, mereka yang menganggap pemanasan global adalah bualan. Dibumbui dengan roman picisan dan plot yang kadang tidak realistis, State of Fear menjadi buku yang kita beli di toko buku bandara, habis dibaca dalam satu kali penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam, lalu tertinggal di kursi pesawat setelah selesai membacanya. Buku yang menyenangkan, tetapi tidak perlu dianggap serius.
Bisa dimaklumi jika opini pembaca mulai terombang-ambing setelah membaca ini, karena data-data yang disajikan Crichton terlihat begitu memukau dan meyakinkan. Ilmu mengenai cuaca memang masih berkembang sampai sekarang meski saya percaya bahwa pemanasan global adalah hal yang nyata. Benar, pemanasan global adalah siklus natural, tapi dampak yang ditimbulkannya diperparah karena aktivitas manusia. Jika ada opini Crichton yang selaras dengan opini ilmuwan adalah bagaimanapun juga, kita semua harus tetap menjaga lingkungan--tak peduli ada pemanasan global atau tidak. Dan itu, Saudara-Saudaraku, adalah hal yang paling penting.
Keadaan di dunia nyata, tentu saja berbeda dengan dunia yang dibangun Crichton dalam State of Fear. Dalam State of Fear, organisasi prolingkungan radikal ternyata berkonspirasi akan kebenaran mengenai pemanasan global dan berencana menciptakan katastrofe global untuk membuktikan bahwa pemanasan global adalah hal yang nyata. Crichton, tentu saja bisa dengan sangat meyakinkan pembacanya bahwa pemanasan global adalah isapan jempol belaka, menggiring pembacanya untuk mempertanyakan apakah apa yang mereka percayai selama ini memang benar atau tidak. Didukung dengan data-data dan grafik yang luar biasa fantastis dan meyakinkan, Crichton menguraikan argumennya akan pemanasan global yang diselubungi oleh cerita fiksi thriller yang menyenangkan. Jika ada salah satu kualitas terbaik dari mendiang Crichton, itu adalah kemampuannya mengaburkan batas antara fiksi dan realitas, dan itu kualitas yang diperlukan oleh seorang penulis fiksi ilmiah yang baik yang mampu membuat pembacanya mempertanyakan status quo yang mereka yakini. DanState of Fear tidak berbeda dari buku-bukunya yang lain. Jika State of Fearadalah tesis mahasiswa S-2 meteorologi, buku ini mungkin bisa diluluskan. Namun, pada akhirnya State of Fear dikritik oleh para ilmuwan karena memeluntirkan sejumlah fakta dan data yang ada serta mengambil data tanpa konteks yang tepat. Fakta yang ironis, mengingat di dalam bukunya, tokoh antagonis dalam buku ini juga dituduh merekayasa data pemanasan global. State of Fear, menurut Crichton, menjadi alegori akan keadaan dunia nyata saat ini. Organisasi prolingkungan digambarkan sebagai orang jahat di buku ini, melebih-lebihkan isu pemanasan global. Salah satu karakter di buku ini, lawan dari organisasi prolingkungan, John Kenner, dinilai sebagai gambaran akan Crichton yang smartass dan memandang isu pemanasan global dengan lebih skeptis. Isu pemanasan global memang topik yang menarik, dan saya teringat akan artikel yang pernah saya baca beberapa tahun yang lalu, bahwa pemanasan global adalah siklus natural yang terjadi setiap beberapa ribu tahun sekali, dan kita tak perlu mencemaskannya. Tampaknya, Crichton juga pernah membaca artikel yang serupa dan mendukungnya mati-matian.
Namun, mengesampingkan opini Crichton yang kontra akan pemanasan global, State of Fear sebenarnya menjadi novel thriller sains fiksi yang sangat seru. Crichton mengajak pembacanya ke tempat-tempat eksotis: Antartika, Kepulauan Solomon, dan (mungkin tidak terlalu eksotis) Barat Daya Amerika Serikat. Karakter-karakter utama yang dibuat juga sangat menyenangkan untuk diikuti dan membuat pembaca mampu bersimpati dengan mereka, meskipun mereka merepresentasikan sekelompok entitas yang berlawanan opini dengan kita, mereka yang menganggap pemanasan global adalah bualan. Dibumbui dengan roman picisan dan plot yang kadang tidak realistis, State of Fear menjadi buku yang kita beli di toko buku bandara, habis dibaca dalam satu kali penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam, lalu tertinggal di kursi pesawat setelah selesai membacanya. Buku yang menyenangkan, tetapi tidak perlu dianggap serius.
Bisa dimaklumi jika opini pembaca mulai terombang-ambing setelah membaca ini, karena data-data yang disajikan Crichton terlihat begitu memukau dan meyakinkan. Ilmu mengenai cuaca memang masih berkembang sampai sekarang meski saya percaya bahwa pemanasan global adalah hal yang nyata. Benar, pemanasan global adalah siklus natural, tapi dampak yang ditimbulkannya diperparah karena aktivitas manusia. Jika ada opini Crichton yang selaras dengan opini ilmuwan adalah bagaimanapun juga, kita semua harus tetap menjaga lingkungan--tak peduli ada pemanasan global atau tidak. Dan itu, Saudara-Saudaraku, adalah hal yang paling penting.
EmoticonEmoticon