Ocean Breeze (Young Adult Realistic Novel) oleh Cepi R. Dini

Judul: Ocean Breeze
Penulis: Cepi R. Dini
Penerbit: Ice Cube Publishing
Tebal: 254 halaman
Rating: ««

YARN ini ngeselin, yah? #malahngatain 

Bukannya kenapa-kenapa, tapi emang semua premis-premis yang digunakan di buku-buku YARN ini menarik sekali. Bahwa sebenarnya bikin young adult itu enggak gampang. Bahwa masalah remaja itu enggak kacangan dan dangkal. Lagi pula, beberapa buku yang sering dipuji-puji juga bisa dibilang buku young adultThe Catcher in the Rye dan Lord of the Flies, misalnya. 

Ocean Breeze ini menarik karena, yah, premis utamanya mirip cerita saya yang masih di-PHP-in sama salah satu penerbit. Seorang anak blasteran Amerika-Indonesia yang kehilangan ibunya, kemudian ia harus pindah dan tinggal bersama ayah kandungnya, sementara ayah kandungnya sendiri sudah punya keluarga baru. Mirip sekali. Makanya saya tertarik buat baca buku ini dan melihat kemiripan lain apa yang bisa saya temukan. Prolog dari cerita saya bisa dibaca di sini wkwkwk #shamelesspromotion

Ketika ibu Ocean Alamanda meninggal, Ocean sendiri sudah berpikir bahwa ia akan tinggal di panti asuhan hingga ia cukup umur. Namun, saat pengacara ibunya mengatakan bahwa Ocean akan tinggal dengan ayah kandungnya yang tak pernah ia dengar seumur hidupnya, Ocean luar biasa terkejut. Itu berarti ia harus meninggalkan Anchorage, kampung halamannya, dan pindah ke Miami yang beribu-ribu kilometer jauhnya. Ocean cemas dengan kehidupan barunya, apalagi ketika ayah kandungnya sudah menikahi wanita lain dan wanita itu tidak menyukai Ocean. Ayah kandungnya ternyata begitu menyayangi Ocean, tetapi tetap saja ia seperti mengganggu kehidupan ayahnya yang sudah bahagia tanpanya. Hingga Ocean memutuskan untuk kabur dari rumah ayahnya. 

Well, kalau saya boleh sombong, cerita young adult ala Amerika ini udah jadi area of expertise saya. Wkwkwk. Saya sering baca cerita young adult barat dan sudah hafal sejumlah trope yang digunakan. Narasi yang lincah, dialog yang sarkastis, gaya hidup yang liberal, permasalahan yang dramatis; hal-hal semacam itu. Karena itu, saya menggunakan standar yang biasa saya pake untuk menilai buku young adult bule untuk menilai buku ini. 

Tapi kayaknya saya mesti menurunkan standar saya. 

Meski saya cukup senang dengan latar Miami-nya yang cukup terasa serta karakter pendamping yang lumayan menyenangkan, tapi saya merasa tokoh utamanya, Ocean, ini banyak masalah. Pertama, dari segi penamaan. Saya, sih, punya keyakinan kalau nama itu hak prerogatif penulis, tapi yha, yang bener aja Ocean? Mungkin boleh kalau nama lengkapnya Ocean, tapi saya usul dong kalau panggilannya mungkin Sean yang lebih wajar? Entahlah. 

Selain soal masalah nama, saya mempertanyakan sejumlah sifat-sifat yang anak ini punya. Dari blurb saya punya feeling kalau buku ini bakalan menjadi cerita yang gelap dan sendu dan lebih fokus pada kesedihan Ocean. Meski blurb-nya cukup misleading, saya bener-bener enggak ngerasa kesedihan Ocean karena baru ditinggal ibunya. Baru sebulan loh padahal, dan kesedihan-kesedihan Ocean lebih banyak disebabkan karena keputusannya sendiri, seperti menonton konser Laruku diam-diam--satu lagi hal yang membuat saya bertanya-tanya Ocean ini beneran sedih enggak, sih? Buat saya, Ocean ini bukan karakter favorit saya. Terus, kenapa Ocean ini bule, tapi seleranya lokal sekaliiii??? Kenapa pebalap favorit dia Rio Haryanto wkwkwk saya engga bisa berhenti ketawa help? 

Selain itu, karena saya sudah biasa dengan dialog-dialog young adult yang bodoh dan sarkastis dan bego, saya lumayan sedih karena dialog di Ocean Breeze ini sedikit kaku dan tersendat-sendat. Maksudnya, dialognya bener-bener terstruktur. Padahal, dialog biasa menggunakan ragam cakap, yang meskipun kata-katanya menggunakan kata-kata baku ala terjemahan, struktur kalimatnya bisa diubah biar enggak terasa kaku. Enggak perlu menggunakan pola kalimat SPOK di dialog. Misalnya (contoh sendiri yha ini):
"Kau mau pergi ke mana?" bisa diutak-atik jadi "Kau mau ke mana? atau "Mau ke mana?"

Sesuatu semacam itu. 

Di samping dialog, saya juga masih merasa narasinya sedikit kaku. Beberapa bagian terasa tell dan kurang nyaman untuk dibaca. 

Dari segi cerita sendiri, saya merasa konflik dan penyelesaiannya terasa kurang mantap. Konflik yang Ocean alami dan cara ia menyelesaikan permasalahannya menurut saya agak sedikit mengada-ada dan kurang realistis. Selain itu, masih ada sejumlah kebetulan yang muncul begitu saja tanpa adanya petunjuk yang diberikan pada awal cerita. Dan buat saya Miranda, ibu tiri Ocean ini, anaknya dramah banget. 

Masih ada beberapa kesalahan ketik, seperti merubah di halaman 6. 

Well, mungkin karena harapan saya yang terlalu tinggi, saya merasa Ocean Breeze ini jelas-jelas masih bisa diperbaiki lagi. Saya mengucapkan selamat buat Mbak Cepi, yang nama blognya lucu dan imut sekali, karena bisa menerbitkan YARN-nya, yay! Saran saya, sih, lebih banyak buku young adult Amerika aja biar suasananya emang beneran bisa kerasa. 

Oh, iya. Apa lagi kesamaan dengan cerita yang saya buat selain hal-hal yang saya sebutin? Nama belakang karakter cowoknya. Kalau di sini nama belakangnya McAllen, kalau punya saya McAllister. 

Wkwk. Enggak penting. 
Previous
Next Post »