Seraphina oleh Rachel Hartman

Rachel Hartman
Seraphina
Gramedia Pustaka Utama
544 halaman
7.4

Blurb
Selama empat dekade, manusia dan naga di kerajaan Goredd berdamai. Kaum naga mewujud menjadi manusia dan menyumbangkan pikiran mereka yang rasional serta matematis. Namun, akhir-akhir ini hubungan di antara kedua kaum memburuk. Apalagi ketika salah satu anggota kerajaan terbunuh dan ada kecurigaan bahwa pelakunya naga.

Sebagai musisi yang sangat berbakat, Seraphina Dombegh bergabung dengan kelompok musisi istana. Ia kemudian mau tidak mau terlibat dalam penyelidikan pembunuhan itu, bekerja sama dengan Pangeran Lucian Kiggs yang sangat awas.

Sementara mereka mulai membongkar rencana jahat untuk menghancurkan perdamaian, Seraphina berjuang melindungi rahasianya sendiri, rahasia di balik bakat musiknya yang luar biasa, rahasia yang begitu mengerikan sehingga dapat membahayakan nyawanya.

Review
"Seraphina" punya elemen-elemen serupa yang membuat saya enggak pernah bisa selesai membaca Eragon. Sama seperti Paolini, Hartman cenderung memuntahkan infodumpdi bagian awal buku, mendeskripsikan kehidupan sehari-hari Seraphina yang mundane tanpa menjabarkan inti utama cerita. Untungnya, Hartman membanting setir ke arah yang lebih action-packed sebelum saya menyerah--satu hal yang tidak Paolini lakukan di Eragon.

Satu hal yang paling saya nikmati dari "Seraphina" adalah karakter-karakter yang semuanya sangat menyenangkan buat dibaca. Sang karakter utama, Seraphina, seorang asisten juru musik istana, separuh naga-separuh manusia, merupakan tipe karakter heroine favorit saya: kuat, humoris, logis, tahu apa yang harus dilakukan dan tidak dibutakan oleh nafsu dan cinta yang membara. Seraphina bukan seorang damsel in distress yang perlu diselamatkan--ia sendirilah yang bertindak untuk menyelamatkan orang lain.Love interest Seraphina, Pangeran Lucian Kiggs, surprisinglyjuga oke, mendobrak pakem pangeran charming yang seringkali digambarkan ganteng-banget-yang-saking-gantengnya-sampe-kayak-tindakan-kriminal. Kiggs berwajah tidak terlalu tampan--bahkan Seraphina mengakuinya--tetapi karismanya yang bikin ia kelihatan tampan. Tapi itu yang membuat novel "Seraphina" ini terasa segar karena Hartman enggak menggunakan deskripsi fisik yang tampan/cantik untuk membuat pembacanya engaged. Hartman mengandalkan perilaku dan tindak-tanduk karakter yang natural untuk membuat pembacanya terikat dengan buku ini dan bisa dibilang usahanya membuahkan hasil. Bahkan karakter-karakter sampingannya juga enak banget buat dibaca. 

Hal lain yang saya sukai dari "Seraphina" adalahworldbuilding-nya yang menarik. Dunia "Seraphina" merupakan tempat manusia dan naga hidup berdampingan, setelah dibuat perjanjian perdamaian antara manusia dan naga untuk menghentikan konflik yang sudah berabad-abad berlangsung. Agar bisa hidup di kawasan manusia, para naga harus bertransformasi menjadi manusia, suatu konsep yang enggak baru sebetulnya karena saya pernah membaca konsep serupa di Fablehaven. Hartman menciptakan sistem sosial dan agama yang standar, tetapi cukup acceptable yang membuat worldbuilding-nya cukup kaya. Paling enggak Hartman udah menunjukkan itikad baik untuk meriset dunianya, enggak seperti Red Queen, misalnya, salah satu contoh novel high fantasy young adult yang saang ingat yang dunianya terkesan enggak niat. 

Untungnya, semua keluhan saya tentang pace yang lambat tadi mulai dibungkam setelah Hartman mulai menunjukkanbig plot "Seraphina" ini sebenarnya apa. Ia mulai membangun scene demi scene, seperti tukang bangunan memasang batu bata, hingga akhirnya sampai ke klimaks, dengan sedikit twist yang oke dan pertarungan antarnaga!!! Hartman mengakhiri cerita dengan ending yang pantas,ending yang memang pantas untuk membuka lembaran cerita baru di sekuelnya.
Previous
Next Post »